Sabtu, 31 Oktober 2009

PERAN AS DALAM PERANG TELUK III

oleh: Bapak Sidik jatmika       Hampir semua Negara maju dan Negara adidaya turut dalam konflik-konflik di wilayah Timur Tengah. Mulai dari Amerika hingga Jepang, dari Arab Saudi hingga Malaysia, dan tak terkecuali Indonesia sendiri. Konflik dikawasan Timur Tengah modern dapat dikatakan dimulai pada saat bangsa Yahudi berusaha menginginkan suatu Negara Israel ditanah Palestina. Pada tahun 1948 suatu Negara Yahudi bernama Israel telah diproklamasikan oleh David Ben Gurion diatas tanah bangsa Palestina. Dan pada saat itulah konflik yang tiada akhir hingga sekarang dimulai. Konflik besar pertama yang terjadi adalah perang enam hari antara Israel dengan Negara-negara Arab dikawasan tersebut, antara lain Mesir, Arab Saudi, Yordania, Lebanon, Iraq, dan banyak lagi Negara lain yang ikut dalam peperangan tersebut.[1] Negara-negara Arab sangat kecewa dan tidak menginginkan Negara Israel terbentuk. Hal itu dikarenakan bangsa Yahudi tidak menghormati kedaulatan bangsa Islam Palestina yang telah sejak lama mendiami tanah tersebut. Selain itu kota Yerusalem ditanah Palestina merupakan kota suci ketiga umat Islam di dunia.

            Setelah konflik Perang Enam Hari tersebut terjadi, mulailah kemudian terjadi konflik-konflik lain baik yang dalam skala besar ataupun skala kecil. Seakan-akan konflik merupakan bagian dari cerita Timur-Tengah yang tidak pernah habis untuk dibicarakan. Mulai dari konflik Israel-Palestina yang terjadi hampir setiap hari, lalu kemudian konflik iraq-kuwait ( perang teluk II ), konflik Iraq-Iran ( perang teluk I ), perang AS-Iraq ( perang teluk II ), konflik AS-Afganistan, konflik AS-Iraq, konflik Israel-Lebanon, serta cerita baru yang akan segera dimulai adalah konflik AS-Iran merupakan sebagian dari cerita-cerita konflik yang telah terjadi di wilayah Timur-Tengah. Hanya ada satu persamaan diantara konflik-konflik yang terjadi dikawasan tersebut. Yaitu semua konflik yang terjadi tersebut merupakan hasil konspirasi dan dibuat sengaja oleh Negara barat ( Amerika Serikat dan Eropa ) dan negara Israel. Mereka dengan sengaja menciptakan konflik tersebut dengan tujuan agar dapat menguasai kawasan Timur-Tengah dan semua minyak bumi dan hasil-hasil alamnya yang merupakan kawasan penghasil Minyak bumi terbesar didunia. Karena ada pepatah kuno mengatakan “ siapa yang dapat menguasai Timur-Tengah dan minyaknya maka dia yang akan menguasai Dunia “. [2]
 


PERANG AMERIKA SERIKAT – IRAQ
            Pada pidato kenegaraan presiden AS George W Bush didepan kongres pada tanggal 29 Januari 2002 yang menyebutkan Iraq, Iran, Korea Utara sebagai bagian dari ‘ Poros Kejahatan ‘ semakin meningkatkan kekhawatiran akan dimulainya serangan militer AS ke Iraq tersebut. Lawatan Wapres AS Dick Cheney kesembilan Negara Timur-Tengah pertengahan Maret 2002, disinyalir tujuan utamanya untuk mendapatkan dukungan penuh Negara-negara dikawasan tersebut untuk menggulingkan Saddam. Dengan dalih Negara Iraq tersebut mempunyai senjata pemusnah massal yang dapat membahayakan masyarakat dunia, AS sangat berkeinginan menyerang negeri 1001 malam tersebut. Tapi barangkali hanya Israel dan Kuwait yang siap mendukung penuh upaya AS menggulingkan Saddam. Arab Saudi meskipun tidak menyukai Saddam tidak akan mengizinkan pangkalan udara dan daratnya digunakan untuk menyerang Iraq. Sikap tersebut dipegang teguh pemerintah Riyadh sejak berakhirnya Perang Teluk II tahun 1991. seperti Negara Arab lainnya kecuali Kuwait, Arab Saudi konsisten mempertahankan kesatuan territorial negeri Iraq.
            Saat lawatannya bulan Maret 2002 gagal meraih dukungan dari para pemimpin Timur-Tengah yang dikunjungi ( kecuali Israel ) untuk menyerang Iraq. Lain halnya dengan Negara Kuwait, Negara ini sangat membenci Saddam dan masih menyimpan dendam dengan Saddam karena Saddam pernah menjadikan Negara Kuwait ini sebagai bagian dari provonsi Iraq pada Perang Teluk I. walaupun demikian Kuwait yang memiliki hubungan sangat dekat dengan Arab Saudi yang menjadi ujun tombak melawan Iraq pada masa perang Teluk II tahun 1991 ikut menentang rencana serangan AS ke Iraq.  Turki pun masih ragu ikut ambil bagian dalam aksi serangan militer terhadap Iraq. Iming-iming bantuan 16 miliar dollar dari Washington ternyata tidak memudarkan keraguan pemerintah Ankara. Negara lainnya seperti Iran dan Suriah justru lebih menginginkan status quo di Iraq, daripada muncul ezim baru yang loyal pada Washington. Menurut Iran dan Suriah, lahirnya rezim baru yang loyal pada Washington akan mengubah lagi konstelasi politik dan strategi dikawasan penuh konflik itu yang bias saja akhirnya merugikan Iran dan Suriah. Bukan hanya itu, sikap Uni Eopa dan Rusia juga menjadi kendala. Uni Eropa belum melihat adanya alas an memadai bagi AS untuk menyerang Iraq. Bahkan Presiden Rusia Vladimir Putin memberi peringatan keras pada Washington jika menyerang Iraq.  Meski demikian, mereka sepakat Iraq harus nmengizinkan kembalinya tim PBB untuk memeriksa senjata pemusnah massal. Alas an Iraq menolak tim PBB itu karena khawatir ada penysupan CIA dan Mossad dalam tim tersebut seperti pada tahun 1998.
            Factor minyak selalu menjadi isu sentral dan selalu diliat sebagai salah satu pemicu utama terjadinya seluruh konflik di kawasan Timur-Tengah, dan tidak terkecuali dalam konflik Amerika Serikat-Iraq. Hal ini disebabkan karena kawasan Timur-Tengah merupakan kawasan penghasil minyak bumi terbesar didunia. Dan hampir seluruh produksi minyak dunia didapatkan dari kawasan ini. Hampir seluruh pejabat iraq secara terang-terangan menuduh Negara AS ingin menguasai sumur-sumur minyak iraq yang merupakan terbesar kedua setelah Arab Saudi. Negara AS sendiri juga mulai memberi perhatian pada minyak di Timur-Tengah sejak 50 tahun yang lalu yakni ketika kongres AS saat itu menggelar sidang khusus untuk mengeluarkan keputusan tentang jumlah minyak yang harus diimpor AS setiap bulannya. Perhatian pemerintah AS pada minyak di Timur-Tengah semakin besar setelah aksi boikot minyak Arab menyusul perang Arab-Israel tahun 1973. salah satu presiden AS Jimmy Carter pernah menetapkan kebijakan yang mengharuskan AS mengamankan dengan segala cara suplai minyak. Bila muncul ancaman, maka AS harus menggunakan segala cara termasuk kekuatan militer untuk menjamin terus mengalirnya suplai minyak. Pada perang Iraq-Iran, kapal-kapal perang AS turun tangan mengawal kapal-kapal tanker minyak dari teluk Arab melalui selat sempit Hormuz menuju Negara-negara barat, menyusul Iran saat itu mengancam akan menyerang dengan rudal semua kapal tanker yang lewat selat Hormuz.
            Diluar kawasan Arab Teluk, AS juga meningkatkan kehadiran militenya sesuai dengan tuntutan strategi baru dalam menghadapi tantangan abad 21, globalisasi, perang bintang dan menjaga kesepakatan internasional. Bertekad mengurangi ketergantungan pada minyak Timur-Tengah yang sarat konflik itu, beberapa tahun terakhir ini, AS berhasi meningkatkan hubungan dagangnya dengan Negara-negara produksi minyak diluar Negara Arab Teluk untuk mencari pemasok minyak baru, seperti Rusia, Afrika barat, dan Negara kawasan laut Kaspia. Namun hal itu masih diragukan, AS mengimpor minyak dai Rusia dan Negara kawasan laut Kaspia bisa dianggap lebih aman dari kawasan Timur-Tengah. Rusia tentu menerapkan kebijakan politik yang mengutamakan kepentingannya. Dlam banyak kasus, Rusia dan AS tidak sinkron dalam kebijakan politik luar negeri nya. Misalnya, Rusia pasti tidak setuju dengan kebijakan AS tentang poros kejahatan yang memasukkan Iraq, Iran, dan Korea Utara. Tiga Negara yang masuk poros kejahatan versi AS itu dikenal memiliki hubungan sangat baik dengan Moskwa. Rusi dan Iran misalnya, menjalin hubungan kerja sama soal pembuatan reactor nuklir. Rusia juga mendapat proyek seilai puluhan milliard di Iraq. Selain itu, Rusia masih dalam transisi pada pembangunan ekonominya. Karena itu moskow masih sangat butuh Negara semacam Iraq dan Iran sebagai mitra bagi pembangunan ekonomi Rusia.
            Dipihak lain, minyak selalu menggelisahkan Baghdad karena hanya komoditas itu sebagai satu-satunya kekuatan yang dimiliki Iraq untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya, dan juga menjadi kekuatan tawar-menawar di dunia internasional. Jika terjadi krisis pada sector minyak, tidak ada komoditas lain yang menjadi andalan Baghdad.
            Selain kebutuhan besar akan minyak, perihal senjata kimia dan biologi Iraq senantiasa mendapat perhatian besar AS dan Negara barat lain, bahkan lebih besar dari isu senjata nuklir Iraq.[3] Masalah senjata kimia dan biologi itu selalu menjadi bahan polemic baik sebelum maupun sesudah berhentinya aktivitas tim inspeksi senjata pemusnah massal PBB di Iraq pada Desember 1998. pengembangan dan produksi senjata kimia dan biologi telah mendapat perhatian pimpinan Iraq sejak awal tahun 1970-an.[4] Perhatian yang besar tersebut merupakan bagian dari bangkitnya perkembangan tekhnologi dan ilmu pengetahuan Iraq saat itu. Selain itu, program senjata kimia dan biologi Iraq itu sebagai bagian pula dari persaingan militer dan perlombaan senjata dengan Iran, serta berkaitan juga dengan isu konflik Arab-Israel. Meletusnya perang Iraq-Iran tahun 1980-1988 mengantarkan pimpinan Iraq saat itu untuk lebih memberikan perhatian pada proram senjata kimia dan biologi, dimana Baghdad kala itu berambisi memiliki kemampuan militer nonkonvensional untuk menutupi kekurangan kekuatan manusia Iraq dibanding Iran.[5] Dismping itu, Iraq merasa harus memilih senjata kimia dan biologi sebagai unsur kekuatan pengimbang strategis dikawasan Teluk dan Timur-Tengah yang bersebelahan ini, menyusul hancurnya reactor nuklir Iraq dekat Baghdad setelah digempur pesawat tempur Israel pada tahun 1981.
            Oleh karena itu, program senjata kimia dan biologi Iraq mengalami kemajuan pesat sejak awal tahun 1980-an. Pimpinan Iraq saat itu memberi semua kemudahan keuangan, ilmu pengetahuan, tekhnis dan sumber daya manusia untuk program senjata kimia dan biologi yang membantu tercapainya kemajuan dibidang pembangunan infrastruktur untuk program tersebut. Iraq juga berhasi mencapai menjalin kerja sama dengan Negara-negara sahabat di dunia Arab, Eropa Barat, dan Timur untuk proses pengalihan tekhnologi senjata kimia dan biologi.
            Sekarang Iraq telah dapat di kuasai AS sepenuhnya, dan Saddam pun telah dihukum mati oleh mahkamah internasional. Tapi keadaan di Iraq sendiri tidak lebih baik dari saat Saddam berkuasa, bahkan lebih buruk. Iraq seperti kembali ke keadaan 50 tahun yang lalu, atau bahkan lebih. AS sendiri mendapat protes dari masyarakat internasional karena dianggap tidak bertanggung jawab atas keadaan di Iraq saat ini. Mampukah AS memperbaiki keadaan Iraq menjadi lebih baik?dan mampukah AS mengembalikan kepercayaan masyarakat dunia dengan mengembalikan keadaan menjadi seperti semula?


                                                                                   
Daftar Pustaka :
Yahya, Harun. : Palestina Zionisme Dan Terorisme Israel. 2003.
Rahman, Musthafa Abd : Geliat Irak Menuju Era Pasca Saddam. 2003.
H. Setiyaji Achmad, dan Usep dan Zainurrofiq : Zionisme Israel Di Balik Invasi AS ke Irak. 2003.
www. Google. Com
www. Kompas. Com.

[1] AS-Saddam dan Dilemma Arab, Kompas, minggu, 8 September 1996.
[2] Isu Minyak Dalam Konflik AS-Iraq, Kompas, Jum’at, 18 Oktober 2002
[3] Senjata Nuklir Iraq, Antara Isu dan Fakta, Kompas, Senin, 4 November 2002
[4] Kontroversi Senjata Kimia dan Biologi Iraq, Kompas, Senin, 4 November 2002
[5] Di Bawah Saddam, Militer Kompak, Kompas, Senin, 11 Januari 1999

1 komentar:

BELAJAR BAHASA mengatakan...

Dominasi Amerika Serikat semakin tampak setelah menyerbu dan menduduki Irak dengan alasan Irak punya senjata pemusnah masal yang berbahaya

Posting Komentar