Rabu, 04 November 2009

Liga Arab


Awal mula terbentuknya Liga Arab disebabkan oleh dua pengaruh; yang pertama adalah hasrat dari bangsa-bangsa arab akan persatuan dan kemerdekaan tiap – tiap wilayah arab. Dan pengaruh lainnya lagi ialah disebabkan oleh adanya dorongan dari inggris. Dorongan yang kuat dari inggris ini lebih dikarenakan pecahnya perang dunia pertama, yang memaksa inggris mewarisi fungsi ganda dari imperium yang runtuh kepada Negara arab untuk melindungi serta memelihara rute inggris ke India, maupun sebagai penyangga terhadap ekspansi Rusia.
Munculnya Nazi sebagai kekuatan baru yang mengancam komunisme internasional Uni Soviet, memperingan langkah inggris terhadap kawasan timut tengah. Inggris memanfaatkan ini untuk mensponsori konferensi Negara-negara arab di London (1939) untuk meninjau masalah palestina. Dari hasil konferensi ini inggris mengeluarkan naskah putih yang merupakan pukulan bagi imigran dan ekspansi yahudi di palestina . Serta aksi diplomasi yang dilakukan Inggris dipusatkan pada dua tugas yaitu membebaskan Suriah dan Libanon dari kontrol Prancis dan mendukung persatuan daerah sabit yang subur dibawah kepemimpinan Hashimiyah.
Dalam pembentukan Liga Arab, Irak mempunyai inisiatif yang diwakili oleh perdana mentrinya Nuri as-Said. Nuri menerbitkan sebuah buku yang berisikan rencana penyatuan arab yaitu perluasan wilayah Suriah meliputi Libanon, Palestina dan Jordania yang akan dikaitkan dengan Irak melalui persetujuan federasi yang keseluruhannya merupakan persatuan daerah sabit yang subur . Tetapi rencana Nuri itu mengalami kemunduran dan inisiatif itu diambil alih oleh perdana mentri Mesir, Nahas Pasha.
Nahas menyodorkan usulan kepada parlemen Mesir. Beberapa bulan kemudian Nahas menggelar berbagai konferensi dengan para perdana mentri atau mentri luar negri semua Negara Arab yang satu persatu datang ke Mesir. Ternyata usulan yang dikeluarkan oleh nahas ini membuat Arab Saudi dan Libanon enggan melibatkan diri dengan Liga Arab, yang lebih disebabkan karena ketakutan mereka akan kehilangan kedaulatan. Dengan campurtangan Lord Moyne yang meyakinkan Ibni Saud bahwa ia tidak akan kehilangan apa pun dengan bergabung ke dalam liga, maka Saudi dan Libanon setuju dengan jaminan khusus bagi kedaulatannya.


Negara Pendiri
Negara pendiri Liga Arab adalah negara-negara yang menandatangani Pakta Liga Arab di Kairo pada 22 Maret 1945, yaitu Mesir sebagai tuan rumah, Jordania, Arab Saudi, Irak, Suriah, Libanon, dan Yaman. Mereka sadar bahwa persatuan dapat memperingan beban untuk mengatasi semua permsalahan yang ada.
Liga Arab memiliki tujuh anggota pada awal pembentukan tahun 1945, dan seiring dengan kemunculan Negara – Negara Islam ataupun Arab. Jumlah keanggotaan dari Liga Arab kian bertambah, seperti Libya (1953), Sudan (1956), Tunisia (1958), Marocco (1958), Kuwait (1961), Bahrain (1971), Oman (1971), Qatar (1971), Uni Emirat Arab (1971), Mauritania (1971), Somalia (1974), Djibouti (1977), serta Comoros (1993). The Palestine Liberation Organization (PLO) diakui dan masuk sebagai anggota liga pada tahun 1976 . Dan kegiatan rutin yang diselenggarakan Liga merupakan pertemuan yang membahas masalah masalah yang dihadapi para anggota. Liga juga sebagai lembaga perumusan perdamaian konflik di wilayah kekuasaanya. Jika dilihat, liga merupakan orang tua yang akan siap membantu anaknya melangkah menuju masa depan yang lebih baik.

Perkembangan Liga Arab
Pada masa awal pembentukan Liga Arab, masalah Palestina menjadi pokok pembahasan yang utama. Dalam hal ini palestina dapat dikatakan sebagai buah simalakama. Sepanjang liga berbuat yang tidak diharapkan lebih daripada sekedar resolusi dan membuat perwakilan diplomatic, masalah palestina tidak mendatangkan apa pun. Namun, ketika liga dihimbau untuk bertindak, palestina ternyata merupakan batu sandungan yang hampir menghancurkan Liga. Dalam penyelesaian masalah pelestina ini menimbulkan konflik antara Hashimiyah dan Mesir.
Kendati Liga Arab menunjukkan lemahnya persatuan dan kekuatan militer bersama dalam menghadapi Israel, namun pada tahun 1970-an dan 1980-an keanggotaan liga kian meningkat, tumbuhnya kekuatan ekonomi, serta timbulnya ikatan kepentingan bersama yang tercermin dari kehendak untuk memperluas kerjasama di antara sesame Negara anggota. Berkembangnya keselarasan diantara Negara anggota terlihat dalam program liga yang telah mendirikan pasar bersama Arab serta mendirikan Bank Pembangunan Arab, beberapa lembaga pendidikan tinggi, biro anti narkotik, dan Arab pres . Namun perkembangan ini belum dapat mengatasi persaingan tradisional di antara sesama Negara arab serta pertikaian bagi kepemimpinan di dalam blok Negara Arab.
Pada tahun 1979 Mesir menandatangani perjanjian damai dengan Israel, yang membuat Mesir diasingkan dari pergaulan Negara Negara Arab dan berakibat pada dipindahkannya markas Liga Arab dari Kairo, Mesir ke Tunisia. Pada tahun 1987 para pemimpin Arab memutuskan untuk memperbaiki hubungan diplomatik dengan Mesir. Mesir diizinkan kembali ke Liga tahun 1989 dan markas besar Liga Arab dikembalikan seperti semula, di Kairo.

Tantangan Ke Depan
Liga Arab yang semula didirikan sebagai wujud dari persatuan bangsa bangsa arab dalam mengatasi permasalahan yang terjadi di wilayahnya, sulit untuk mencari penyelesaian dari masalah masalah yang dihadapi para anggotanya. Dari setiap perundingan yang dimotori oleh liga, cenderung mengalami kegagalan dan tidak jarang mengalami kebuntuan.
Jika dilihat dari sisi ekonomi, Liga Arab merupakan suatu organisasi regional yang sangat menjajikan bagi tiap tiap anggota yanh masuk didalamnya. Dengan program yang dijalani, yaitu pasar bersama, pendirian Bank Pembangunan Arab dan lain sebagainya yang berhubungan dengan perekonomian ini berdampak sangat positif didalam mencapai kemakmuran antara bangsa bangsa Arab itu sendiri.
Berbeda lagi dengan politik. Organisasi regional ini sulit untuk mencari kata sepakat diantra para anggotanya. Dengan adanya kepentingan kepentingan Negara anggota yang tidak bisa diganggu, maka dalam penyelesaian suatu konflik yang berbau politik sukar untuk ditangani, dan jika terus dipaksakan itu dapat berakibat pada perseteruan didalam tubuh liga itu sendiri.
Halangan – halangan yang dihadapi liga, yaitu tekanan dari dalam maupun dari luar. Seperti yang terjadi pada palestina, yaitu dengan adanya embargo perekonomian yang dijatuhkan oleh Barat, membuat liga sulit untuk mencairkan dana yang dikeluarkan untuk membantu pemerintahan bersatu palestina maupun para pengungsi akibat serangan pasukan Israel .
Untuk mengatasi kebuntuan dari setiap penyelesaian suatu konflik, Liga Arab harus berani mengambil resiko. Dan selama masing masing kepentingan Negara anggota belum bersatu, sulit untuk menjadikan liga sebagai penengah dalam konflik antara Negara Arab. Liga Arab hanyalah sebuah organisasi yang memberikan bantuan baik berupa kebutuhan ekonomi maupn mediator dalam penyelesaian konflik. Liga Arab tidak akan bisa memberikan tekanan yang begitu mengikat kepada para anggotannya.









DAFTAR PUSTAKA
Encarta Premium 2006
Jack C Plano. Roy Olton,Kamus Hubungan Internasional., diterjemahkan Wawan Juanda
George Lenczowski.,Timur Tengah Di Kancah Dunia
Kompas, Selasa, 1 Mei 2007, Rakyat Palestina Sengsara

2 komentar:

axcell_ray mengatakan...

Teruskan usahanya... terimakasih sangat membantu...

light in the darkness mengatakan...

sama :)

Posting Komentar